CERITA SEUSAI PERJALANAN (1)
MERDEKA
Dimana kita berani mengucapkan kebenaran di saat semua orang takut untuk mengungkapkannya...
Suara kelakson kendaraan menyambut kedatangan kuu di stasiun, hiruk pikuk perkotaan membuat fikiran menjadi gaduh, badan sangat lemas sekali selepas perjalanan jauhh dan kembali untuk pulang. Sambil menunggu kawan yang datang untuk menjempuut, akuu memesan segelas kopi hitam dan membakar sebatang tembakau sembari menunggu, tidak jauhh dari kejauhan aku melihat seseorang sedang memakan dari tumpukan tumpukan sampah, tidak beralaskan kaki, perawakan yang berantakan tapi di sekitar nya tidak ada yang peduli padahal banyak sekali manusia manusia berpenampilan rapih. saat aku mencoba untuk menghampiri orang tersebut ternyataa aku sudah di dahului oleh perempuan berparas cantik dengan perawakan apa ada nyaa di tangan kiri nyaa mendekap sekalii buku bacaan dan dari jemari yang sangat cantik, dari tangan kanan nya ia memberika sebungkus nasi, sejanak aku berfikir "di balik problematika problematika yang ada dalam kepala nya ternyata masih ada manusia yang memikirkan perut manusia lain" nada sumbang dari kejauhan seperti ada yang memanggil nama kuu "Meraahhh" tidak sekali dua kali dan ternyata ketika aku menoleh sudah datang rupa nya seorang kawan, berpelukan layak nya seorang saudara, seketika aku menaiki sepeda motor yang di bawa oleh "rimba" lalu sepeda motor melesat cepat ke kos an kami ber 2, di perjalanan aku masih terbayang perawakan seorang wanita yang tadi di stasiun, aku bertanya tanya dalam diriku sendiri "apa yang ada dalam pikiran dia?, kenapa di balik kecantikan nya menyimpan rasa kepedulian?" tidak banyak wanita cantik berperilaku seperti itu tadi, Akhh rasa rasa nya ingin sekali berkenalan dengan dia, setiba sampai di kos an kami berbincang mengenai keadaan di Universitas terutama fakultas kami tercinta yang sedang berantakan, hierarki yang tidak jelas apa mungkin hipokrit berserakan.
Rimba yang sudah resah dan geram melihat keadaan seperti ituu sampe sampe ia menyuruhku datang dan iaa butuh aku ia ingin perjuangan seperti dahuluu di kumandangkan kembali, dan aku mengeluarkan sedikit kata sebelum obrolan usai supaya semangat kami ber 2 terbangun kembali "kepalkan tangan kiri dan nyatakan perlawanan", tidak terasa berbincang ngalon ngidul sampai sampai Ketua BEM jadi bahan guyonan tidak kerasa matahari sudah mengintip dan kami ber 2 tidur seperti biasa beralaskan seadanya. (CERITA INI BELUM USAI)
Komentar
Posting Komentar